whiteclaycreekgolfcourse.com – Aksi Tak Biasa! Utang Istaka ke BUMN Dihapus Demi Vendor? Kalau bicara soal drama keuangan BUMN, nama Istaka Karya tiba-tiba jadi bahan obrolan serius. Tak tanggung-tanggung, perusahaan pelat merah yang sudah lama megap-megap itu kembali bikin heboh gara-gara utangnya yang mencapai angka mencengangkan, malah di hapus. Tapi yang bikin geleng-geleng kepala, penghapusan itu bukan demi penyelamatan internal atau likuidasi biasa melainkan demi membayar vendor! Serius, ini bukan plot twist film politik, ini nyata terjadi di Indonesia.
Langkah yang satu ini seperti melemparkan bom asap ke tengah rapat umum. Banyak pihak langsung bereaksi, apalagi yang merasa di rugikan. Lalu, apa sebenarnya alasan di balik keputusan ini? Siapa yang di untungkan? Dan kenapa utang ke BUMN sendiri justru jadi korban?
Utang Miliaran Menguap, Vendor Tertawa?
Pertama-tama, mari bicara soal angka. Utang Istaka Karya ke sejumlah BUMN lain mencapai lebih dari Rp 500 miliar. Namun, di tengah proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), perusahaan ini justru mengusulkan penghapusan utang ke sesama BUMN. Tujuannya jelas demi menutupi tagihan vendor-vendor swasta yang katanya harus segera di bayar.
Vendor di sini bukan hanya kontraktor biasa, tapi banyak yang berstatus rekanan jangka panjang, dan katanya punya klaim hukum. Tapi tetap saja, keputusan mengorbankan sesama BUMN terasa aneh. Apalagi kalau di ingat, dana negara yang di putar di situ bukan duit receh. Jadi, publik wajar kalau langsung curiga—apakah ini hanya akal-akalan atau memang keputusan cermat yang penuh pertimbangan?
Sementara itu, vendor-vendor yang katanya akan di bayar malah santai-santai saja, seakan-akan sudah tahu bakal dapat durian runtuh dari penghapusan itu. Kontras banget dengan kondisi BUMN yang jadi korban sepi, tanpa pembelaan kuat, bahkan tidak ada suara protes berarti dari kementerian teknis terkait.
Arah Kebijakan yang Bikin Dahi Berkerut
Kita semua tahu, BUMN di bentuk bukan untuk main untung rugi semata, tapi juga punya misi sosial dan pembangunan. Tapi ketika ada satu BUMN yang hampir tumbang, lalu utangnya ke BUMN lain justru di biarkan hilang begitu saja, rasanya seperti sedang melihat aturan main yang tidak berlaku rata.
Kementerian BUMN sendiri belum mengeluarkan pernyataan tegas soal kejadian ini. Padahal publik berharap setidaknya ada penjelasan logis kenapa utang sebesar itu di biarkan lenyap. Banyak pengamat juga menilai bahwa keputusan semacam ini bisa menjadi preseden buruk. Bayangkan jika BUMN lain ikut-ikutan dan menghapus utang seenaknya dengan alasan demi vendor. Sistem keuangan publik bisa jadi rusak perlahan tanpa di sadari.
Yang lebih bikin merinding, sejumlah lembaga audit kabarnya juga ikut menyoroti keputusan ini. Sebab, penghapusan utang antarlembaga negara bukan sesuatu yang bisa di putuskan sembarangan, apalagi tanpa transparansi.
Rakyat Nonton, Kepercayaan Menurun
Masyarakat, tentu saja, tak tinggal di am. Dalam era di gital seperti sekarang, kabar soal penghapusan utang ini langsung menyebar di media sosial. Banyak warganet menanggapi dengan sindiran tajam, sebagian bahkan menyamakan peristiwa ini dengan skandal keuangan global versi lokal. Sebab bagi mereka, logikanya terbalik: utang besar ke BUMN seharusnya jadi prioritas, bukan malah di lepas begitu saja.
Muncul juga pertanyaan soal keberpihakan pemerintah apakah lebih condong ke pihak swasta atau lembaga negara sendiri? Kalau alasannya demi menjaga proyek dan pekerjaan vendor tetap berjalan, lalu kenapa tidak ada alternatif solusi yang lebih elegan? Misalnya, perpanjangan waktu bayar atau renegosiasi ulang.
Saat kepercayaan publik terhadap lembaga negara terus di uji, keputusan seperti ini hanya menambah keraguan. Dan bukan tak mungkin, ke depannya bakal muncul efek domino. Banyak pihak bisa kehilangan kepercayaan, bukan cuma pada satu BUMN, tapi ke seluruh ekosistem perusahaan negara.
Kesimpulan: Drama Baru dalam Dunia BUMN
Cerita utang Istaka Karya ke BUMN yang di hapus demi vendor adalah salah satu ironi paling mencolok di dunia keuangan negara saat ini. Di satu sisi, ada semangat untuk tetap membayar rekanan agar proyek tidak mangkrak. Tapi di sisi lain, ada pengorbanan besar yang tak di jelaskan dengan terbuka. Seolah-olah publik tidak berhak tahu, padahal uang negara sedang di mainkan.
Ke depan, masyarakat butuh kejelasan, transparansi, dan keberanian dari otoritas untuk mengevaluasi keputusan semacam ini. Jangan sampai kepercayaan yang sudah rapuh makin luntur hanya karena keputusan yang tidak masuk akal. Negara ini terlalu besar untuk terus bermain dalam skenario tak jelas.